Remaja menurut UU Perlindungan Anak adalah seseorang yang berusia antara 10-18 tahun, dan merupakan kelompok penduduk Indonesia dengan jumlah yang cukup besar (hampir 20% dari jumlah penduduk). Remaja merupakan calon pemimpin dan pengerak pembangunan di masa depan.
”Remaja merupakan masa yang sangat berharga bila mereka berada dalam kondisi kesehatan fisik dan psikis, serta pendidikan yang baik”, ujar Menteri Kesehatan RI dalam paparannya yang disampaikan oleh Plt Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, dr. Pattiselano Robert Johan, MARS, pada Seminar Kesehatan dan Gizi Remaja di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Senin (15/5).
Menkes menerangkan bahwa di dalam masa remaja terjadi apa yang dinamakan growth spurt atau pertumbuhan cepat, juga pubertas. Pada fase tersebut, terjadi pertumbuhan fisik disertai perkembangan mental-kognitif, psikis, juga terjadi proses tumbuh kembang reproduksi yang mengatur fungsi seksualitas.Menkes mengatakan bahwa masa remaja seringkali dianggap sebagai periode hidup yang paling sehat.
Padahal, pertumbuhan fisik pada remaja tidak selalu disertai dengan kematangan kemampuan berpikir dan emosional. Selain itu, di masa remaja juga terjadi proses pengenalan jati diri, dan kegagalan dalam proses pengenalan diri ini bisa menimbulkan berbagai masalah.
”Kalau kita perhatikan hanya sedikit remaja yang datang berobat ke fasilitas kesehatan dibandingkan kelompok usia lain (bayi, Balita, atau lansia). Padahal masalah yang dihadapi remaja itu rumit, salah satu diantaranya adalah masalah kesehatan”, terang Menkes.
Menkes mengatakan bahwa permasalahan yang dialami remaja cukup kompleks, mulai dari masalah prestasi di sekolah, pergaulan, penampilan, menyukai lawan jenis dan lain sebagainya. Berbagai hal tersebut bisa membawa pengaruh terhadap perilaku dan status kesehatan remaja itu sendiri.
”Penanganan masalah remaja termasuk di dalamnya masalah kesehatan, akan sangat membutuhkan keterlibatan multi disiplin ilmu, lintas program, lintas sektor dan masyarakat”, imbuh Menkes.
Menkes juga menyatakan bahwa remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebaya dan media sosial sehingga rawan terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat, atau mendapatkan informasi kesehatan dan gizi yang tidak benar (hoax). Misalnya, mengikuti pola diet selebritis, mengonsumsi jajanan yang sedang hits namun tidak bergizi, atau kurang beraktifitas fisik karena terlalu sering bermain games sehingga malas gerak (mager).
Pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara lain: Tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%). Di antara remaja itu juga kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Apabila cara konsumsi ini berlangsung terus menerus dan menjadi kebiasaan pola makan tetap para remaja, maka akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit tidak menular.
Remaja sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat pilihan, bagaimana pola makan dan berperilaku hidup yang sehat, serta bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat, tandas Menkes.
Sumber: Kemenkes RI